Jumat, 02 Juli 2010

Pernahkah Anda Benar-Benar Merasa Memiliki Sesuatu?

"Pernahkah Anda benar-benar merasa memiliki sesuatu?" Saya sungguh
kaget ketika seorang sahabat saya mengajukan pertanyaan seperti itu.
Sepintas sepertinya teramat mudah untuk menjawabnya, namun saya tak
ingin terjebak dalam kalimat yang biasa ia lontarkan. Saya tahu, ia
tak pernah bermain-main dengan kata-katanya, dan memang inilah yang
membuat saya amat bersyukur menjadi sahabatnya. Perlu Anda
tahu, sampai sahabat saya itu pamit meninggalkan saya,
saya benar-benar tak mampu menjawab pertanyaan tersebut.

Malam harinya saya terus memikirkan pertanyaan itu, "Pernahkah saya
merasa benar-benar memiliki sesuatu?", pertanyaan itu terus
berulang-ulang menari di benak saya. Kemudian saya pandangi isteri
saya yang sudah tertidur. Saya menikahinya beberapa tahun lalu dan
semakin hari cinta saya terhadapnya makin tak ternilai. Sebegitu
tingginya, saya sering merasa takut kehilangan dirinya.
Tapi, apakah saya benar-benar berhak memilikinya?

Saya melangkah ke kamar anak-anak, dan dua bidadari cantik itu tengah
lelap terbuai mimpi. Apapun akan saya lakukan, berapa pun harganya
akan saya bayarkan untuk membuat anak-anak saya bahagia. Demikian
besar cinta saya terhadap mereka, sehingga saya sering menangis takut
kehilangan saat mereka sakit, meski sekadar flu atau badannya terasa
hangat. Tapi, apa hak saya merasa takut kehilangan mereka?
Apakah mereka benar-benar milik saya?

Dua bulan lalu ketika mengalami kecelakaan motor, kaki dan tangan saya
terluka. Tapi entah kenapa ada hati yang tak rela, seolah hati ini
terluka lebih parah dari kaki dan tangan saya yang berdarah melihat
motor yang belum sebulan saya beli itu rusak berantakan. Bahkan ketika
motor itu tergores sedikit, seolah hati ini ikut merasa perih
tergores. Bolehkah saya benar-benar merasa seperti itu?

Bisa dibilang saya termasuk orang yang lumayan sering kehilangan
telepon selular. Dalam hitungan saya, sudah lima kali saya kehilangan
alat komunikasi itu. Waktu pertama kali kehilangan ponsel delapan
tahun yang lalu, tubuh saya lemas seperti kehilangan separuh energi.
Saya benar-benar seperti kehilangan separuh jiwa saya. Namun
untuk kali kesekian saya menjadi terbiasa, nampaknya saya
mulai bisa ikhlas ketika ponsel saya hilang untuk kali
ketiga, keempat dan kelima. Tapi kenapa sampai detik ini
saya masih hapal betul merek, type, dan detil-detil semua
ponsel yang pernah hilang itu? Sebegitu dalamkah saya
merasa mencintai semua yang pernah saya miliki? Benarkah
saya sudah ikhlas untuk semua kehilangan itu?

Maafkan saya sahabat, saya benar-benar belum mampu
menjawab pertanyaan itu, setidaknya saat ini. Mungkin
nanti menunggu saya memperbaiki tatanan hati saya, agar benar-benar
siap jika kelak saya kehilangan sesuatu yang saya miliki saat ini.
Saya memang benar-benar takkan pernah selamanya memiliki apa yang
pernah saya raih. Semua yang ada saat ini sebelumnya tidak pernah ada,
lalu ada dan menjadi milik saya. Namun setiap sesuatu yang awalnya
tidak ada, pastilah akan berakhir kepada ketiadaan.

Saya tidak pernah benar-benar membeli sesuatu, semua itu datang karena
ada yang memberi. Maka kalau Si Pemberi itu memintanya kembali,
tidaklah ada hak saya untuk sakit hati atau kecewa, juga sedih. Berat,
tapi saya harus bisa!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar