Jumat, 02 Juli 2010

MENCINTAI LIMA PERKARA DAN MELUPAKAN LIMA PERKARA

Hiruk pikuk kehidupan dunia yang syarat akan kenikmatan dan kelezatan nafsu seringkali memperdaya akal kita. Semua daya dan upaya tertuju pada pencapaian kebahagiaan sesaat tersbut. Ada yang rela bekerja siang dan malam hingga melalaikan hak-hak keluarga di rumah, hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan, hak Tuhan untuk disembah, bahkan yang paling parah ia lalai akan hak anggota tubuhnya untuk beristirahat demi secuil harta yang nilainya tidak seberapa. Belum lagi kaum remaja yang larut akan semaraknya pesta, musik, minuman keras, wanita dan narkoba seakan mengisyaratkan kenikmatan surga yang memperdaya nafsu hingga mereka merasa kebahagiaan itu akan melekat erat dalam diri mereka dan kekal untuk selamanya.

Lukisan-lukisan kesenangan semu itu Nampak begitu nyata sehingga banyak orang tergelincir dan tertarik untuk mencicipi sejengkal demi sejengkal kelezatan dunia hingga mereka lupa akan siapa sebenarnya diri mereka. Banyak hal yang mereka korbankan demi meraih kenikmatan dunia itu dan hati mereka selalu dipermainkan oleh tipu daya nafsu dan diperbudak oleh keinginan-keinginan syaithan.

Sudah menjadi sifat dasar bahwa manusia akan selalu mencari keindahan dan kebahagiaan. Berlandaskan cinta yang terhujam dalam hati setiap manusia, secara umum mereka akan selalu mencari objek untuk mereka cintai, akan tetapi jika sifat tersebut tidak diarahkan maka akan sampailah kepada kesenangan-kesenangan yang merusak pikiran dan mata hati.


“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imron 14 )

Karena demikian itu, manusia secara umum akan berlomba-lomba untuk mewujudkan keinginan demi mendapatkan harga kekayaan, kedudukan, kehormatan dan segala sesuatu yang bersifat duniawi. Mereka menganggap dengan berbekal itu semua mereka akan memperoleh kebahagiaan yang tak pernah usang dimakan zaman.



Kehidupan manusia itu ibarat sebuah perjalanan yang amat jauh dimana sekarang kita singgah sejenak pada sebuah tempat berteduh nan indah. Aneka benda memukau hati kita ditempat itu. Dan tempat itu adalah nyata, sedangkan tempat tujuan kita masih ghoib dan tak pernah kita temui sebelumnya. Jadi wajar saja jika banyak manusia silau akan gemerlapnya perhiasan-perhiasan dunia tersebut.

Dalam sebuah hadist diterangkan bahwa Rasulullah SAW telah menggambarkan bahwa manusia yang menyibukkan diri terhadap urusan dunia, mereka lebih mencintai lima perkara dan akan lupa terhadap lima perkara.

“Akan datang kepada umatku suatu zaman, dimana mereka cinta kepada dunia dan lupa kepada akhirat, cinta kepada harta dan lupa kepada perhitungan, cinta kepada makhluk dan lupa kepada Khaliq, cinta kepada dosa dan lupa akan taubat, cinta kepada mahligai dan lupa kepada makam (kuburan)”

Cinta Dunia Lupa Akhirat

Seberapa panjangkah umur kita di dunia ? Cobalah kita evaluasi kembali. Tidakkah kita merasa seakan-akan kemarin kita baru saja bermain dengan meinan-mainan kita, bersama teman-teman sebaya kita. Ingatlah masa kecil kita ! bukankah masih melekat erat ingatan itu dalam benak kita. Teringat jelas bagaimana tangan ibu kita membelai rambut kita, memapah kita ketika kita menangis, dan menghibur kita hingga kita tertawa. Seakan kejadian itu baru saja kita lewati. Tapi sekarang, cobalah hitung berapa umur kita sekarang. Pasti kita tak pernah menyangka bahwa waktu berjalan begitu cepat. Bagi yang dulu merasa anak-anak, mungkin sekarang sudah menjadi remaja, bagi yang dulu merasa remaja mungkin sekarang sudah dewasa atau mungkin sudah berkeluarga dengan dikelilingi anak-anak di samping kita. Pernahkah kita merasa bahwa tanpa sadar kita sudah setua ini sekarang ? Waktu ibarat sebuah anak panah yang sekali melesat maka tak akan bisa untuk diterik kembali dan memang itulah adanya kehidupan dunia ini.

Sesungguhnya kehidupan akhirat tak dapat dibandingkan dengan kehidupan di dunia ini. Kita ibarat seorang musafir yang melakukan perjalanan jauh kemudian berteduh sejenak di bawah pohon. Apabila rasa penat telah berkurang, kita akan melanjutkan perjalanan lagi dan meninggalkan pohon tempat kita berteduh untuk selama-lamanya. Itulah dunia yang hanya sebentar.

Sekalipun sebentar, fitnah dunia membuat manusia lupa akan hakikat sebenarnya mengenai persinggahan singkat itu. Banyak manusia lupa dan terpesona akan kenikmatan tempat berteduh itu. Banyak dari mereka terlena sehingga lupa akan tujuan akhir mereka yang hendak mereka capai
”Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi” (QS. Al A’laa 16)

Seharusnya kita sadar akan sedikitnya waktu yang diberikan Allah untuk duduk sejenak sekedar melepas lelah di atas permadani dunia ini. Jika waktu itu telah habis maka mau tidak mau kita harus melanjutkan perjalanan panjang demi meraih tujuan hakiki kita yaitu akhirat. Hanya Allah yang tau kapan waktu itu berakhir. Kewajiban kita didunia hanyalah mencari sebaik-baik bekal guna melanjutkan perjalanan panjang kita. Dan tentang segala keduniawian yang kita usahakan, tidak akan pernah kita bawa dalam perjalanan panjang itu kecuali jika kita belanjakan di jalan Allah.

Lalu apakah akan kita isi kantung-kantung kita dengan perhiasan-perhiasan dunia hingga kita tak sanggup membawanya ataukah kita isi kantung-kantung kita dengan bekal amal taat yang akan setia menemani kita ke arah jalan yang benar sehingga kita selamat sampai tujuan yaitu negeri akhirat yang kita impikan. Semua itu hanyalah pilihan, apakah kita serahkan mata hati kita untuk memilih ataukah sebaliknya, nafsu yang akan memilih.

Adapun manusia yang lalai, mereka akan menyesal terhadap apa yang diusahakannya. Mereka tersadar bahwa kesenangan yang mereka raih di dunia tidak akan menolong mereka dari adzab Allah yang ditimpakan kepada mereka. Mereka akan lupa kenikmatan-kenikmatan dunia yang pernah mereka rasakan karena begitu beratnya siksa yang harus mereka tanggung di akhirat. Anas meriwayatkan dari Rosulullah SAW bahwa,

”Dihadapkan orang yang paling merasakan kenikmatan di dunia dari ahli neraka, lalu ia dicelupkan ke neraka sekali celup. Kemudian ditanyakan kepadanya. ’Wahai anak Adam, apakah kamu melihat satu kebaikan pun? Apakah telah berlalu di hadapanmu satu kenikmatan pun?’ Ia menjawab, ’Tidak, demi Allah wahai Robb’, Lalu diahadapkan orang yang paling menderita di dunia dari ahli surga. Ia dicelupkan sekali celupan di surga dan ditanyakan padanya, ’Apakah kamu melihat suatu penderitaan pun? Apakah pernah lewat di hadapanmu suatu penderitaan pun?’ Ia menjawab, ’Tidak, demi Allah wahai Robb, tidak pernah lewat di hadapanku suatu pemderitaan pun, dan aku tidak pernah melihat suatu kesusahan pun’” (HR. Muslim)

Demikianlah penderitaan orang-orang yang lalai ketika berada di dunia. Penyesalan mereka pun tidak dapat menolong mereka lepas dari siksaan yang ditimpakan Allah kepada mereka.

”Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata: “Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman”, (tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan. Tetapi (sebenarnya) telah nyata bagi mereka kejahatan yang mereka dahulu selalu menyembunyikannya[466]. Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka.)” (QS. Al An’aam 27-28)

Sadarilah bahwa cinta kepada dunia itu membutakan mata hati kita. Sebagian ahli hikmah berpendapat, cinta dunia mengakibatkan empat kerugian, yaitu di dalam hati akan timbul keragu-raguan terus-menerus, selalu merasa kekurangan, selalu direpotkan/ disibukkan berbagai masalah, dan selalu diganggu dengan keinginan-keinginan yang tiada henti. Rosulullah bersabda,


”Barangsiapa yang mendambakan kehidupan akhirat, Tuhan menjadikan kekayaan dalam hatinya, dikumpulkan segala kepentingannya dan diberikan kepadanya kenikmatan hidup di dunia seperlunya saja. Dan barangsiapa menginginkan kehidupan dunia, Allah menjadikan kemiskinan antara dua matanya, dipisahkan darinya segala yang menjadi kebutuhannya, dan tidak diberikan kepadanya kenikmatan hidup, kecuali apa yang sudah ditentukan”

Cinta Harta Lupa Perhitungan

Harta adalah sebuah amanah dari Allah SWT dan setiap amanah pasti akan dimintai pertanggung jawaban. Jika manusia diberikan amanah umur yang panjang, maka akan ditanyakan kepadanya untuk apakah umurnya dihabiskan, jika manusia diberikan amanah tentang ilmu maka pertanyaan yang akan dia terima adalah untuk apakah ilmunya dipergunakan, akan tetapi jika manusia diberikan amanah terhadap harta maka akan ada dua pertanyaan yang dia terima kelak di yaumul hisab, dari mana hartanya diperoleh dan untuk apa dibelanjakan.

Memang harta seakan menjanjikan kebahagiaan hidup yang tak terkira. Banyak orang berfikir bahwa dengan harta mereka dapat membeli segalanya. Kedudukan, jabatan, ketenaran, dan nama baik bisa mereka peroleh hanya dengan memiliki banyak harta.

Namun sadarkah kita bahwa harta dapat membutakan mata hati kita, menyibukkan pikiran kita, membuat kita menjadi was-was, dengki, tamak, bakil dan kesengsaraan-kesengsaraan hati lainnya. Kiranya memang benar apa yang telah ditulis oleh Ibnu Atho’illah dalam kitab Al Hikamnya. Beliau menerangkan bahwa jika ada manusia yang cinta akan sesuatu, maka ia akan menjadi budak/hamba dari apa yang dicintainya. Jika seseorang cinta kepada harta maka orang tersebut akan rela melakukan apa saja demi harta yang dicintainya. Mereka menjadi hina karena hartanya, bahkan yang lebih parah mereka menyediakan diri untuk dihinakan karena hartanya. Berapa banyak orang-orang yang menjilat orang lain lantaran karena dengan menjilat itu dia mendapatkan harta yang melimpah, bahkan mereka rela mengeksploitasi anak-anak, istri, dan seluruh keluarganya demi mendapatkan harta yang berlimpah. Padahal harta yang dibangga-banggakannya itu tidaklah sedikitpun menolong mereka dari siksa Allah.

”Sesungguhnya orang-orang yang kafir, harta benda dan anak-anak mereka, sedikitpun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari mereka. Dan mereka itu adalah bahan bakar api neraka” (QS. Ali Imron 10)

Bukankah Allah telah mencontohkan bahwa orang-orang yang membanggakan harta tidaklah mendapat manfaat sedikitpun dari harta yang dibanggakannya. Bukankah Allah telah mencontohkan dalam Al Qur’an kisah Qorun yang telah dibenamkan ke dalam bumi bersama seluruh hartanya. Bukankah kisah sa’labah sahabat Rosulullah SAW telah cukup memberikan contoh bagi kita.

Allah tidak melarang kita mencari harta, asalkan dengan cara yang halal. Namun jangan pernah menganggap bahwa harta itu adalah sebagai tujuan tetapi anggaplah bahwa harta itu sebagai sarana. Manfaatkanlah harta yang berada di tangan kita sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Jangan sekali-sekali kita diperalat harta sehingga seluruh tenaga dan pikiran kita tercurahkan dalam rangka menumpuk kekayaan. Jika telah sampai rizki ke tangan kita maka kewajiban kita adalah membayar zakat dan menginfaqkan kepada fakir miskin maupun bagi keperluan jalan agama.

Umar bin Khattab pernah berpesan dalam khutbahnya, ”Buatlah perhitungan atas dirimu sebelum engkau diperhitungkan (dihisab) oleh Allah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar