Jumat, 02 Juli 2010

FITNAH DUNIA

Bukhori dan Muslim meriwayatkan bahwa suatu ketika Abu Ubaidah diutus Rasulullah untuk menarik jizyah ke Bahrain. Dari wilayah itu beliau berhasil membawa jizyah dalam jumlah yang banyak. Berita kedatangan Abu Ubaidah dengan sejumlah harta pun merebak di kalangan sahabat Anshar. Maka setelah melakukan shalat subuh bersama, Rasulullah berpaling ke arah sahabat yang sudah menunggu-nunggu. Melihat mereka, Rasulullah tersenyum seraya bersabda, ''Saya kira kalian telah mendengar kedatangan Abu Ubaidah dengan sesuatu dari Bahrain.'' Mereka menjawab, ''Benar, ya Rasulullah.''

Rasulullah melanjutkan sabdanya, ''Bergembiralah dengan apa yang kalian senangi (harta). Demi Allah, sesungguhnya bukan kekafiran yang aku takutkan atas kalian, tetapi aku takut jika dunia dibukakan atas kalian sebagaimana dibukakan atas ummat sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba memperolehnya, sebagaimana orang-orang dahulu telah berlomba, lalu dunia itu akan menghancurkan kalian sebagaimana orang dahulu hancur karenanya.''

Dalam riwayat yang lain (Targhib V:144) Rasulullah juga pernah bersabda, ''Sesungguhnya fitnah kekayaan itu lebih aku takuti atas kalian daripada fitnah kemiskinan. Kalian telah mendapati fitnah kemiskinan dan kalian sabar, sedangkan [fitnah] dunia ini terasa manis dan menyenangkan.''

Ketakutan terhadap fitnah dunia ini juga dirasakan para sahabat. Salah satu dari mereka adalah Salman al-Farisi. Suatu saat Salman dikunjungi Saad bin Abi Waqash lalu ia menangis. Saad pun berkata, ''Apa yang membuatmu menangis? Engkau telah bertemu dengan para sahabatmu, dan akan mendatangi telaga Rasulullah dan beliaupun rida padamu saat akhir kehidupannya.''

Salman menjawab, ''Aku menangis bukan karena takut mati atau tamak dunia. Tetapi, karena janji yang telah Rasulullah ambil dari kita dengan sabda beliau, 'Hendaklah kalian mengambil di dunia seperti sekadar perbekalan seorang pengembara'.''

''Subhanallah, ya Salman, padahal tiadalah barang di rumahmu kecuali ember tempat mencuci pakaian yang tidak seberapa harganya. Tetapi, engkau begitu takut bila telah jatuh dalam hidup berlebihan. Lalu, bagaimana dengan kami ini?'' kata Saad.

Kefakiran hidup kadang terasa menyesakkan dada. Andai kita hidup mapan, beribadah lebih tenang. Demikian sering terlintas dibenak kala jatah rezeki menyempit. Namun, Rasul tidak mengkhawatirkan kefakiran ini, sebaliknya yang dikhawatirkan adalah jerat dunia ini.

Rasanya, kita memang perlu mengaca diri lagi tentang persepsi dunia ini. Karena, sadar atau tidak, kita sering bersedih tidak lain karena dunia ini. Sementara itu, bekal menghadap-Nya kadang luput dari perhatian kita. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar