Jumat, 02 Juli 2010

Penyakit Hati, Kehancuran dan Neraka

"Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit hati (yang barada) dalam dada dan petunjuk, serta rahmat bagi orang-orang yang beriman."(QS Al-qur'an, Yunus : 57)

Penyakit hati adalah penyakit yang sangat berbahaya dimana bisa membuahkan penyakit sosial, membuat amalan-amalan menjadi sia-sia, bahkan merusak seluruh perbuatan manusia serta melahirkan kekerasan dan kekejian diantara sesama.

"...Ketahuilah bahwa di dalam jasmani manusia ada segumpal darah. Jika baik segumpal darah itu, maka akan baik pula jasmaninya. Sebaliknya, jika rusak, maka akan rusak pula jasmaninya. Segumpal darah itu adalah Hati." (HR Bukhari dan Muslim).

1. Penyakit hati berbuah Penyakit sosial

Penyakit hati digambarkan dalam sebuah buku "Al-Islam Minhaj ath-Thaghyir" (oleh: Fathi Yakan), merupakan suatu kebodohan dan keragu-raguan terhadap kebenaran ajaran Islam, pengingkaran kemaksiatan atau penolakan terhadap ketentuan Allah SWT dan belenggu (al-aghlaal) yang memasung kemerdekaan hakiki.

Tidak hanya di Indonesia, bahkan di dunia ini orang lebih memperhatikan jasmani dibandingkan rohani. Negara-negara yang terserang wabah Flu burung, dibuat sibuk dengan pemusnahan hewan unggas, mengisolasi para penderita dengan menempatkan mereka diruang perawatan khusus dalam rumah sakit, mengadakan penelitian dan lain-lainnya. Sedangkan terhadap penyakit rohani, karena tersembunyi didalam hati maka banyak orang yang tidak memperhatikannya.

Padahal akibat lanjut dari penyakit hati ini adalah penyakit sosial yang berbahaya dan merusak tatanan hidup bermasyarakat baik saat ini maupun dimasa yang akan datang. Diantaranya terjadi pemisahan atau sekulerisasi antara kehidupan agama dan non agama, yaitu antara ibadah mahdhah dengan muamalah, antara masjid dengan pasar, antara seni dengan moral, antara ilmu dengan amal.

sebagai contoh ;
- kesenian yang seronok dengan pakaian dan penampilan yang tidak senonoh (goyang Inul, dan goyang lainnya), ketika MUI memfatwakan itu haram karena akan menimbulkan kerusakan moral pada masyarakat, ternyata Inul mendapatkan pembelaan yang hebat dengan menyakatakan bahwa kesenian tidak boleh dikaitkan dengan agama karena akan memasung kreativitas. Parahnya lagi, para pembela Inul CS justru dari kalangan artis dan seniman yang sudah melakukan Ibadah Haji dan Umroh berkali-kali. Bahkan yang membuat kita beristighfar, adanya tokoh agama yang terang-terangan membelanya.

2. Penyakit hati membawamu ke Neraka

Di antara penyakit hati yang sering timbul dalam diri manusia adalah Riya dan Ujub. Riya adalah bagian dari perbuatan syirik mempersekutukan Allah, sedangkan Ujub adalah bagian dari perbuatan syirik terhadap diri sendiri, yang mana kedua sikap ini umumnya menyatu pada diri orang yang takabur. (Majmu 'Al-Fatawa 10/277)

Sabda Rasulullah SAW dalam hadist Haritsah bin Wahab : "Maukah kalian aku beritakan tentang penghuni neraka; yaitu setiap orang yang berperangai jahat serta kasar (digambarkan dalam QS. An-Nihayah 3/180), orang gemuk yang berlebih-lebihan dalam berjalannya (An-Nihayah 1/416), dan orang-orang yang sombong". (HR. Bukhari)

begitu pula dari Ibnu Mas'ud, bahwa Rasullallah bersabda ; "Tidaklah masuk surga barang siapa yang didalam hatinya terdapat kesombongan yang sebesar biji dzarah (atom) sekalipun." (HR. Muslim, bab Imam 91 1/93)

Sebagai tambahan, dalam suatu hadis (kitab At-Targhib 1/162) juga disebutkan ada tiga hal yang membinasakan diri seseorang, yaitu kekikiran yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti serta seseorang yang membangggakan dirinya sendiri.

Menyembah kepada Allah dan bersikap tawakal kepada-Nya adalah merupakan obat penawar untuk mencegah kedua penyakit hati yang buruk ini, yaitu Ujub dan Takabur. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata; "Seseorang yang melakukan Riya' pada hakekatnya ia tidak melakukan firman Allah:(hanya kepada-Mu aku menyembah), dan orang yang melakukan ujub (bangga pada diri sendiri) pada hakekatnya juga tidak melakukan firman Allah: (hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)..."(Majmu Al-Fatawa 10/277).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar